Sabtu, 02 Januari 2010

Serial - Pokok-pokok Kepercayaan dan Keyakinan Jamaah Ahmadiyah (1)

MEMAHAMI AKIDAH, IBADAH, SUMBER AJARAN

DAN KEPERCAYAAN JAMAAH AHMADIYAH KEPADA

NABI MUHAMMAD S.A.W. SEBAGAI KHAATAMAN-NABIYYIN, SERTA STATUS HADHRAT MIRZA GHULAM AHMAD, PENDIRI JAMAAH AHMADIYAH

Disajikan memenuhi permintaan Tim Penyelaras Gubernur NTB

Pekan Keempat Maret 2009

Dewan Pimpinan Wilayah Jamaah Ahmadiyah Nusa Tenggara Barat

2009

ﻢﻳﺮﻛﻟﺍﻪﻟﻮﺳﺭ ﻰﻠﻋﻰﻠﺼﻧﻭ ﻩﺪﻤﺤﻧ ﻡﻴﺣﺮﻟﺃﻦﻣﺣﺮﻟﺃﻪﻠﻟﺍﻢﺳﺑ

MEMAHAMI AKIDAH, IBADAH, SUMBER AJARAN

DAN KEPERCAYAAN JAMAAH AHMADIYAH KEPADA

NABI MUHAMMAD S.A.W. SEBAGAI KHAATAMAN-NABIYYIN, SERTA STATUS HADHRAT MIRZA GHULAM AHMAD, PENDIRI JAMAAH AHMADIYAH

-------------------------------------------------------------------------------

Akidah

Akidah dasar (kepercayaan pokok), Jamaah Ahmadiyah, seutuhnya bermuara pada enam rukun Iman :

1. Iman pada Allah

2. Iman pada Malaikat Allah

3. Iman pada Kitab-Kitab Allah

4. Iman pada Rasul-Rasul Allah

5. Iman pada Hari Akhirat

6. Iman pada Qadha dan Qadar

Akidah dasar (kepercayaan pokok), Jemaah Ahmadiyah ini didasarkan pada :

a) Fiman Allah :

“Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang di turunkan kepadanya dari Tuhan-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan) : “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan : “Kami dengar dan kami ta’at”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. (Al-Baqarah, 2:185)

b) Sabda Rasulullah SAW, :

“..............Iman ialah : beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir, yang baik maupun yang buruk”. (HR. Muslim)

Ibadah

Ibadah Jamaah Ahmadiyah, seutuhnya berpijak pada lima rukun Islam :

1. Syahadat, dua kalimah : Asyhadu al-laa ilaaha ilallaahu, wa asyhadu anna Muhammadar-rasulullaahu.

2. Shalat, terdiri dari : shalat 5 waktu - Shubuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya, shalat Jum’at, shalat Iedain – Iedul Fitri & Idul Adha, shalat Tahajud, shalat sunnah dan shalat nawafil lainnya.

3. Puasa di bulan Suci Ramadhan dan puasa Sunnah lainnya

4. Membayar Zakat : Maal maupun Fitrah

5. Menunaikan Hajji ke Tanah Suci Mekkah al-Mukarramah pada bulan Julhijjah

Ibadah Jamaah Ahmadiyah, dilakukan di dasarkan pada :

a) Firman Allah :

“Allah memberikan kesaksian tak ada yang patut di sembah melainkan Dia dan demikian pula malaikat-malaikat dan orang-orang berilmu menyaksikan dengan berpegang kepada keadilan, tak ada yang patut disembah melainkan Dia, Mahaperkasa, Mahabijaksana” (Ali-‘Imran, 3:18)

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Thaha, 20:14)

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat shubuh), sesungguhnya shalat shubuh itu di saksikan (oleh malaikat). Dan, pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-Mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Al-Isra’/Bani Israil, 17:78-79)

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhan-mu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan, berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan begitu pula dalam (Al-Quran) ini, supaya rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dia-lah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong” (Al-Hajj, 22:77-78)

b) Sabda Nabi Muhammad SAW :

“Islam didasarkan pada lima hal : 1) Menyaksikan bahwa tidak ada yang patut disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, 2) Mendirikan Shalat, 3) Membayar Zakat, 4) Menunaikan Hajji, 5) Berpuasa pada bulan Ramadhan” (Bukhari).

Tempat Ibadah

Mesjid adalah rumah Allah, tempat untuk memuliakan dan mengagungkan asma Allah. Jamaah Ahmadiyah dapat beribadah (shalat), dalam upaya memuliakan dan mengagungkan asma Allah, di mesjid mana saja, yang di bangun oleh siapa saja, oleh pemerintah atau pun oleh masyarakat. Sebaliknya, mesjid yang di bangun Jemaah Ahmadiyah juga terbuka bagi siapa saja, bagi pemerintah, bagi masyarakat dan bagi siapa saja yang hendak beribadah mendirikan shalat, untuk memuliakan dan mengagungkan asma Allah. Dalam teologi Ahmadiyah, merujuk pada Hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Abu Said alkhudri, seluruh permukaan bumi ini adalah mesjid, kecuali kuburan dan kamar mandi (HR. Tirmidzi)

Sumber Pokok Ajaran

Jamaah Ahmadiyah mempunyai dua sumber pokok ajaran :

1. Al-Quran, terdiri dari 30 Juz, dan 114 Surah, dengan Surah Pertama Al-Fatihah, dan terakhir ke-114, Surah An-Nas

2. Sunnah Rasulullah SAW, yang meliputi : fi’li – perbuatan, qauli – ucapan, dan taqrir - diamnya, Nabi Muhammad SAW. Sunnah Rasulullah SAW dimaksud, semuanya terangkum dalam Kitab-Kitab Hadits Shihah Sittah : Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majjah, dan An-Nasa’i.

Jamaah Ahmadiyah, menjadikan Al-Quran al-Kairm dan As-Sunnah Rasulullah SAW, sebagai sumber pokok ajaran, semata-mata mengikuti petunjuk Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, sebagaimana di riwayatkan Imam Malik :

“Aku tinggalkan dua hal kepadamu, dan kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu : Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya”. (Al-Muwaththa Imam Malik)

Kepercayaan Kepada Al-Quran Sebagai Kitab Suci

Jamaah Ahmadiyah meyakini, Al-Quran adalah Kitab Samawi, yang di wahyukan Allah SWT, kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW,. Al-Quran adalah Kitabullah dan Kalamullah, Kitab Suci yang sempurna, tak ada kontradiksi, terpelihara, satu baris atau satu ayat pun tak ada yang mansukh (batal), Suci dan Mensucikan.

Kepercayaan dan keyakinan Jamaah Ahmadiyah tersebut didasarkan pada :

a) Firman Allah :

“Inilah Kitab yang sempurna, tiada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” (Al-Baqarah, 2:2)

“Ini sungguh Al-Quran yang mulia, Dalam suatu Kitab terpelihara dengan baiknya, Yang tiada orang boleh menyentuhnya kecuali mereka yang di sucikan. Itu adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seru sekalian alam” (Al-Waqi’ah, 56:77-80)

“Dan sesungguhnya Al-Quran ini di turunkan oleh Tuhan sekalian alam, Roh yang setia terhadap amanat itu, telah turun bersamanya. Atas kalbu engkau, supaya engkau termasuk para pemberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang terang dan jelas” (Asy-Syu’ara, 26:192-195)

“Ha-Mim. Demi Kitab cemerlang ini. Sesungguhnya, Kami menurunkannya di dalam suatu malam yang berberkat. Sesungguhnya, Kami senantiasa memberi peringatan. Pada malam itu segala perkara kebijaksanaan di tetapkan. Atas perintah Kami Sendiri. Sesungguhnya, Kami senantiasa mengutus rasul-rasul”.

(Ad-Dukhan, 44:1-5)

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (Al-Hijr, 15:9, dll, seperti Thaha, 20:15, Al-Baqarah, 2:185, An-Naml, 27:1-2,6, An-Nisa, 4:82)

c) Pelajaran dan Pernyataan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jamaah Ahmadiyah :

“Tidak ada kitab kami selain Al - Qur’an Syarif dan tidak ada Rasul kami kecuali Muhammad al-Mustafa shallallaahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada agama kami kecuali Islam, dan kita mengimani, Nabi kita Muhammad s.a.w. adalah Khatamul Anbiya’, dan Al - Qur’an Syarif adalah Khaatamul Kutub. ……, (Maktubaat-e-Ahmadiyyah, jld.5, No. 4).

“Ada pula bagimu sekalian suatu ajaran yang penting, yaitu : Kamu hendaknya jangan meninggalkan Al-Quran sebagai benda yang di lupakan; sebab, justru di dalam Al-Quran-lah terdapat kehidupanmu. Barangsiapa memuliakan Al-Quran, ia akan memperoleh kemuliaan di langit. Barangsiapa lebih mengutamakan Al-Quran dari segala Hadits dan dari segala ucapan lain, ia akan di utamakan di langit. Bagi umat manusia di atas permukaan bumi ini, kini tidak ada Kitab lain selain Al-Quran, dan bagi seluruh Bani Adam, kini tidak ada seorang Rasul Juru Syafaat, selain Muhammad Mustafa SAW. (Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2007:20-21)

“Maka, berusahalah untuk menaruh kecintaan yang setulus-tulusnya kepada Nabi Agung itu, dan janganlah meninggikan seseorang selain beliau dalam segi apa pun, agar di langit kamu di catat dalam daftar orang-orang yang memperoleh keselamatan. Dan ingatlah baik-baik, Najat (keselamatan) bukanlah suatu hal yang kamu sekalian akan mengalamainya nanti di akhirat, melainkan sesungguhnya Najat yang hakiki itu memperlihatkan cahaya-nya di alam dunia ini juga. Siapakah yang beroleh Najat itu? Ialah orang yang benar-benar yakin, bahwa Tuhan itu ada, dan bahwa Muhammad SAW, adalah juru syafaat yang menengahi antara Tuhan dan seluruh umat manusia, bahwa di bawah bentangan langit ini, tidak ada Rasul lain yang semartabat dengan beliau SAW, dan tidak ada Kitab lain yang sederajat dengan Al-Quran”. (Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2007:21)

Kepercayaan Kepada Nabi Muhammad S.A.W.,

Sebagai : “Khaataman-Nabiyyin”

Jamaah Ahmadiyah, 100 % (seratus peresen), meyakini, bahkan haqqul-yaqin, Nabi Muhammad S.A.W, adalah satu-satunya Nabi yang memperoleh derajat kerohanian tertinggi, bergelar Khaataman-Nabiyyin, dimana Allah SWT, dan para Malaikat-Nya as, pun, karena ketinggian martabat kerohaniannya, menyampaikan shalawat kepada beliau.

Kepercayaan dan keyakinan Jamaah Ahmadiyah tersebut sudah final, dan tak dapat di ganggu-gugat lagi. Kepercayaan Jamaah Ahmadiyah tersebut, di dasarkan pada :

a) Firman Allah :

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan Khaataman-Nabiyyin. Dan adalah Allah Mahamengetahui segala sesuatu” (Al-Ahzab, 33:40)

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (Al-Ahzab, 33:56)

c) Pelajaran dan Pernyataan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jamaah Ahmadiyah :

“Dengan sungguh-sungguh saya percaya bahwa Nabi Muhammad SAW., adalah Khatamul Anbiya. Seorang yang tidak percaya pada Khatamun Nubuwwah beliau (Rasulullah SAW), adalah orang yang tidak beriman dan berada di luar lingkungan Islam” (Mirza Ghulam Ahmad, Taqrir wajibul I’lan, 1891)

“Inti dari kepercayaan saya ialah: Laa Ilaaha Illallaahu, Muhammadur-Rasulullaahu (Tak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah). Kepercayaan kami yang menjadi pergantungan dalam hidup ini, dan yang pada-Nya kami, dengan rahmat dan karunia Allah, berpegang sampai saat terakhir dari hayat kami di bumi ini, ialah bahwa junjungan dan penghulu kami, Nabi Muhammad SAW., adalah Khaataman-Nabiyyin dan Khairul Mursalin, yang termulia dari antara nabi-nabi. Di tangan beliau hukum syari’at telah di sempurnakan. Karunia yang sempurna ini pada waktu sekarang adalah satu-satunya penuntun ke jalan yang lurus dan satu-satunya sarana untuk mencapai “kesatuan” dengan Tuhan Yang Maha Kuasa”.(Mirza Ghulam Ahmad, Izalah Auham, 1891 : 137)

“Martabat luhur yang di duduki junjungan dan penghulu kami, yang terutama dari semua manusia, Nabi yang paling besar, Hadhrat Khatamun-Nabiyyin SAW., telah berakhir dalam diri beliau yang di dalamnya terhimpun segala kesempurnaan dan yang sebaliknya tak dapat di capai manusia”. (Mirza Ghulam Ahmad, Taudhih Marram, 1891 : 23)

“Yang di kehendaki Allah supaya kita percaya hanyalah ini, bahwa Dia adalah Esa dan Muhammad SAW., adalah Nabi-Nya, dan bahwa beliau adalah Khatamul-Anbiya dan lebih tinggi dari semua makhluk”. (Mirza Ghulam Ahmad, Kistii Nuh, 1902 : 15)

“Khaataman-Nabiyyin” Berarti : “Penutup Nabi-Nabi”

Sebagaimana umat Islam pada umumnya, Jamaah Ahmadiyah juga memahami dan meyakini, kata Khaataman-Nabiyyin pada Al-Quran Surah Al-Ahzab, 33:40, berarti : penutup nabi-nabi. Pemahaman dan keyakinan Jamaah Ahmadiyah ini didasarkan pada :

a) Terjemah dan Tafsir Al-Quran terbitan Jemaah Ahmadiyah :

“Muhammad bukanlah bapak salah seorang diantara laki-lakimu, tetapi ia adalah Rasul Allah dan materai sekalian nabi, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu” (Al-Ahzab, 33:40)

Kata “Khatam”, dijelaskan dalam tafsirnya, berarti : ia mematerai, mencap, mensahkan atau mencetakan pada barang itu, ia mencapai ujung benda itu, ia menutupi benda itu, ujung atau bagian terakhir dan hasil atau anak (cabang) suatu benda. Kata “Khaataman-Nabiyyin” bararti: materai para nabi, yang terbaik dan paling sempurna dari antara nabi-nabi, hiasan dan perhiasan nabi-nabi, dan nabi terakhir”. (Al-Quran Dengan Terjemah dan Tafsir Singkat, Islam International Publication Limited 2002:1459, Catatan kaki No. 2359).

b) Pelajaran dan Pernyataan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jamaah Ahmadiyah :

“Yang Mulia, Muhammad Rasulullah SAW., adalah satu-satunya dalam kedudukan Muhammadiyat beliau. Selain beliau tidak ada orang lain yang memperoleh kedudukan itu. Beliau SAW adalah Khaataman Nabiyyin. Dan dari segi pengangkatan/ketinggian rohani, beliau SAW, adalah nabi terakhir. Beliau SAW, sudah menjadi nabi terakhir sejak saat Adam as, belum menjadi nabi, dan bahkan sejak beliau SAW, belum di anugrahi wujud jasmani”. (Mazharnamah, Islam Internasional Publication 2002:106)

“Untuk sampai kepada-Nya, semua pintu tertutup, kecuali sebuah pintu yang dibukakan oleh Quran Majid. Dan semua kenabian dan semua Kitab-kitab yang terdahulu tidak perlu lagi diikuti, sebab kenabian Muhammdiyah mengandung dan meliputi kesemuanya itu. Selain ini semua jalan tertutup. Semua jalan yang sampai kepada Tuhan terdapat di dalamnya. Sesudahnya tidak akan datang kebenaran baru, dan tidak pula sebelumnya ada suatu kebenaran yang tidak terdapat di dalamnya. Sebab itu, diatas kenabian ini habislah semua kenabian. Memang, sudah sepantasnya demikian, sebab sesuatu yang ada permulaannya, tentu ada pula kesudahannya”. (Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, al-Wasiat, Jemaat Ahmadiyah Indonesia 2006:24)

“Ya, karena segala keperluan telah sempurna, maka syariat serta hukum-hukum pun telah sempurna. Dan, seluruh kerasulan serta kenabian telah mencapai kesempurnaannya pada titik yang terakhir, dalam wujud junjungan kita Muhammad S.A.W,”.( Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Filsafat Ajaran Islam, Jemaat Ahmadiyah Indonesia 1996:69)

Status Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad

Dalam kepercayaan Jamaah Ahmadiyah, status Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, hanyalah guru ma’rifat Al-Quran, yang dalam bahasa Hadits disebut : ‘alim rabbani atau al-‘ulama al-warastul-anbiya. Dan, sesuai dengan nubuwat Nabi Muhammad SAW, : “Innallaah yab’asu lihaadihil ummati ‘alaa ra’si kulli miatin sanatin may-yujaddidu lahaa diinaha” (Abu Daud), dan “Layuusikanna ay-yanzila fiikumubnu maryama hakaman ‘adalan, fayaksirus-shaliba, wayaqtulal-khinzir, wa yadho’al-harba, wa yafiidul-maal” (Bukhari-Muslim), beliau adalah Mujaddid abad XIV Hijriyah, dan Imam Mahdi-Masih Mau’ud (Al-Mahdi-Al-Masih Yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Rasulullah SAW).

Dalam kepercayaan Jamaah Ahmadiyah, Hadrat Mirza Ghulam Ahmad, bukan nabi, seperti yang di isukan dan di fahami banyak orang. Oleh sebab itu, Jamaah Ahmadiyah, di mana pun mereka berada, di seluruh dunia, tidak pernah memanggil beliau nabi Ahmad, nabi Mirza atau nabi Ghulam.

Tiga istilah ini sangat asing dalam lidah warga Jamaah Ahmadiyah, dan tidak di kenal sama sekali. Istilah itu justru sangat akrab pada lidah kalangan non-Ahmadiyah, utamanya pada mereka yang antipati terhadap Jamaah Ahmadiyah.

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad sendiri, mengilustrasikan status hubungan dirinya dengan Rasulullah SAW, hanyalah sebagai khadim (pelayan), dan hamba yang lemah dan rendah, dari Sang Majikan Agung Baginda Nabi Muhammad SAW. Beliau berkata :

“Hamba yang hina ini mendapat kehormatan juga untuk menjadi salah seorang dari hamba-hamba yang hina dari Nabi Agung itu yang menjadi Penghulu Nabi-nabi dan Raja Rasul-rasul”. (Mirza Ghulam Ahmad, Barahin-i-Ahmadiyah, 1884 : 572).

Dan, menurut Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, puncak-puncak kerohanian tertinggi, tak mungkin dicapai siapa pun, tanpa mengikuti Baginda Nabi Agung Muhammad SAW. , Ia berkata :

“Suatu ketinggian, suatu keistimewaan, suatu kehormatan, suatu persatuan dengan Tuhan, tak akan dapat dicapai kecuali dengan jalan pengabdian sesempurna-sempurnanya kepada Nabi Muhammad SAW., Apa juga yang kita terima adalah karena beliau dan dari beliau S.A.W.”. (Mirza Ghulam Ahmad, Izalah-i- Auham, 1891 : 138).

Untuk mendapatkan ilmu Allah yang sejati, sangat tak mungkin bisa di peroleh tanpa mengiktui Baginda Nabi Agung Muhammad SAW. Ia berkata :

“Saya mendapat karunia ini begitu sempurna bukanlah tersebab sesuatu jasa saya sendiri, tetapi hanya karena rahmat Allah. Karunia itu ialah yang telah di anugrahkan kepada Nabi-nabi, Rasul-rasul dan orang-orang pilihan Tuhan, yakni sebelum saya. Hal itu tak akan mungkin saya capai sekiranya saya tidak mengikuti junjungan dan Penghulu saya, kebanggaan Nabi-nabi dan yang paling sempurna dari mereka, Muhmmad SAW., Apa pun yang saya terima, hal itu adalah karena penyerahan diri saya kepada beliau. Saya yakin sepenuh-penuhnya dan sebesar-besarnya bahwa tak seorang pun akan mencapai kedekatan dengan Tuhan dan memperoleh ilmu-Nya yang sejati, kecuali dengan mengikuti Rasulullah SAW.,” (Mirza Ghulam Ahmad, Haqiqatul Wahyi, 1907 : 62).

“Tuhan yang mengetahui rahasia hati beliau, meninggikan beliau di atas semua Nabi-nabi, mereka yang mendahului beliau dan mereka yang akan mengikuti beliau. Allah memenuhi semua keinginan beliau dalam masa hidup beliau. Sesungguhnya beliau adalah mata air dari sesuatu yang baik. Seorang yang mengatakan memperoleh kesempurnaan tanpa mengakui berhutang budi kepada beliau, bukanlah seorang mnusia melainkan setan, karena hanya beliau saja yang di karuniai kunci kepada segala kesempurnaan. Dan memang beliau telah di anugrahi khazanah ilmu pengetahuan Ilahi. Orang yang tidak menerima apa-apa dari beliau, tidak akan menerima apa-apa dari seseorang lainnya. Jika terpisah dari beliau, saya tidak berarti apa-apa, sama sekali tidak berarti apa-apa. Kita sama sekali berada di puncak kedurhakaan bila kita tidak mengakui, bahwa hanya melalui Nabi Muhammad SAW., saja kita dapat memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Tauhid Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya adalah dengan perantaraan beliau dan melalui cahaya kesempurnaan beliau, kita memperoleh kesadaran tentang Tuhan Yang Hidup”. (Mirza Ghulam Ahmad, Haqiqatul Wahyi, 1907 :116 ).

“Saya tak dapat berbuat lain, selain mengulangi dan menyatakan dengan nyaring, kecintaan sejati kepada Al-Quran Suci dan Nabi Muhammad SAW., serta penyerahan sepenuhnya kepada beliau memungkinkan seseorang untuk melakukan mu’jijat dan bagi orang yang semacam itu terbuka pintu menuju pengetahuan yang tersembunyi. Seorang pengikut agama lain tak akan dapat bertanding melawannya dalam persoalan karunia kerohanian. Kebetulan saya mempunyai pengetahuan tangan pertama tentang keajaiban ini. Saya naik saksi, bahwa kecuali Islam, semua agama lain sudah tua renta, Tuhannya telah mati, dan pengikut-pengikutnya hanyalah tinggal bangkai. Sama sekali tak mungkin, saya ulangi lagi, tak mungkin, untuk mengadakan hubungan yang hidup dengan Tuhan, kecuali jika orang menerima Islam”. (Mirza Ghulam Ahmad, Zamima Anjam-i-Atham, 1897 :61-62 ).

Berikut, hirarki kepemimpinan spiritual Islam sepanjang 14 abad terakhir, sejak Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, hingga sekarang, persepektif Jamaah Ahmadiyah, sekedar sebagai gambaran :

HIRARKI KEPEMIMPINAN SPIRITUAL ISLAM

SEPANJANG 14 ABAD TERAKHIR

PERSEPEKTIF JAMAAH AHMADIYAH

-----------------------------------------------------------------------

NABI MUHAMMAD S.A.W




KHULAFA-UR-RASYIDUN

Khalifah Ar-Rasyidah I : Abu Bakar As-Shiddiq ra

Khalifah Ar-Rasyidah II : Umar Ibnu Khathab ra

Khalifah Ar-Rasyidah III : Usman Ibnu Affan ra

Khalifah Ar-Rasyidah IV : Ali Ibnu Abi Thalib ra




MUJADDID

Abad I : ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, ra.

Abad II : Imam Syafi’i, ra

Abad III : Imam Abu Syarah atau Abu Hasan ‘As’ari, ra

Abad IV : Imam Abu Ubaidullah & Qadi Abubakar Baqlani, ra

Abad V : Imam Al-Ghazali, ra

Abad VI : Imam Abdul Qadir Al-Jailani, ra

Abad VII : Imam Ibnu Taimiyah dan Chawaja Mu’inuddin Chisti, ra

Abad VIII : Imam Hafiz Ibnu Hajar Asqalani dan Saleh Ibnu ‘Umar, ra

Abad IX : Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, ra

Abad X : Imam Muhammad Tahir Gujrati, ra

Abad XI : Imam Mujaddid Alfi Sarhindi, ra

Abad XII : Imam Syekh Waliyullah Delhi, ra

Abad XIII : Imam Sayyid Ahmad Bareluwi, ra

Abad XIV : Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, (Imam Mahdi-Masih Mau’ud as)



KHALIFATUL MASIH

Khalifatul I : Hadhrat Al-Haj Maulana Hakim Nuruddin, ra

Khalifatul Masih II : Hadhrat Al-Haj Mirza Basyiruddin, ra

Khalifatul Masih III : Hadhrat Al-Hafiz Mirza Nashir Ahmad, ra

Khalifatul Masih IV: Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, ra

Khalifatul Masih V (sekarang) : Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, a.t.b.a

Pengalaman Spiritual

Seperti halnya para Sufi, Aulia, ‘alim rabbani dan warasatul-anbiya yang lain, sepanjang sejarah perjalanan hidupnya, banyak mendapatkan pengalaman spiritual, berupa : mimpi-mimpi yang benar, ru’ya, kasyaf dan ilham, demikian pula Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaah Ahmadiyah. Beliau bahkan tampaknya termasuk seorang yang sangat rajin mencatatkan pengalaman spiritualnya, dalam catatan harian atau diary-nya. Sebagian ada yang disiarkannya dalam surat kabar dan selebaran-selebaran, dan sebagian lagi ada yang di muatnya dalam buku-buku yang di tulisnya.

Tahun 1935, kurang lebih 27 tahun setelah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad tiada, Imam Jamaah Ahmadiyah ke-2, Hadhrat Al-Hajj Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, menginstruksikan Nazarat ta’lif wa tasnif, sebuah biro penerangan dan penerbitan Jamaah Ahmadiyah waktu itu, untuk menghimpun dan menerbitkan pengalaman spiritual Pendiri Jamaah Ahmadiyah itu. Untuk maksud itu di bentuklah sebuah panitia, terdiri dari Maulana Muhammad Ismail, Syekh Abdul Qadir, dan Maulvi Abdul Rasyid. Setelah pekerjaan tersebut selesai, maka buku itu diberi nama : Tadzkirah, yang berarti : kenangan atau peringatan.

Buku Tadzkirah Bukan Kitab Suci Ahmadiyah

Buku Tadzkirah, bukan kitab suci Ahmadiyah. Jamaah Ahmadiyah tidak pernah mempercayai buku Tadzkirah sebagai kitab suci, bahkan jangankan menganggap buku Tadzkirah sebagai kitab suci, terbetik sedikitpun dalam pikiran warga Jamaah Ahmadiyah, tidak pernah sama sekali.

Motivasi di terbitkannya catatan pengalaman spiritual Pendiri Jamaah Ahmadiyah, hanyalah sekedar untuk memberitahukan dan menjadi pengetahuan bagi murid-murid, para pengikut dan jamaah beliau, bahwa guru mereka, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, sepanjang sejarah perjalanan hidupnya, banyak mendapatkan pengalaman spiritual, seperti halnya para aulia, ‘alim rabbani dan ‘ulama warasatul anbiya yang lain. Itu sebabnya, di dalam buku itu, selain di muat teks pengalaman spiritualnya, juga di cantumkan ta’wil-ta’wil-nya, yang di tulis langsung Pendiri Jamaah Ahmadiyah.

Jamaah Ahmadiyah justru heran, kenapa ada pihak non-Ahmadiyah yang meyakini buku Tadzkirah sebagai kitab suci Ahmadiyah, dan bahkan mempropagandakannya kepada publik. Herannya lagi, publik juga percaya buku Tadzkirah adalah kitab suci Ahmadiyah, padahal yang mempropagandakan buku Tadzkirah sebagai kitab suci Ahmadiyah, adalah bukan pihak Ahmadiyah, tapi pihak non-Ahmadiyah.

Kitab suci bagi Jamaah Ahmadiyah hanyalah Al-Quran al-Karim, kitab yang diturunkan Allah SWT, kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW.

Diatas telah kami kutipkan pernyataan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jamaah Ahmadiyah :

Tidak ada kitab kami selain Al - Qur’an Syarif dan tidak ada Rasul kami kecuali Muhammad al-Mustafa shallallaahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada agama kami kecuali Islam, dan kita mengimani, Nabi kita Muhammad s.a.w. adalah Khatamul Anbiya’, dan Al - Qur’an Syarif adalah Khaatamul Kutub. ……, (Maktubaat-e-Ahmadiyyah, jld.5, No. 4).

“Bagi umat manusia di atas permukaan bumi ini, kini tidak ada Kitab lain selain Al-Quran, dan bagi seluruh Bani Adam, kini tidak ada seorang Rasul Juru Syafaat, selain Muhammad Mustafa SAW”. (Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2007:20-21)

“Siapakah yang beroleh Najat itu? Ialah orang yang benar-benar yakin, bahwa Tuhan itu ada, dan bahwa Muhammad SAW, adalah Juru syafaat yang menengahi antara Tuhan dan seluruh umat manusia, bahwa di bawah bentangan langit ini, tidak ada Rasul lain yang semartabat dengan beliau SAW, dan tidak ada Kitab lain yang sederajat dengan Al-Quran”. (Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2007:21)

Jika, yang yang dimaksud, Tadzkirah itu adalah Al-Quran al-Karim, kitab suci yang di turunkan Allah SWT, kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW., Jamaah Ahmadiyah tentu meyakini dan mempercayainya. Setidaknya, ada enam ayat, di lima Surat Al-Quran, yang menyebut Al-Quran al-Karim sebagai : Tadzkirah.

1. Surat Al-Mudatsir, 74:49 dan 54

$yJsù öNçlm; Ç`tã ÍotÏ.õ­G9$# tûüÅÊÌ÷èãB ÇÍÒÈ

Maka Mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?

HxŸ2 ¼çm¯RÎ) ×otÏ.õs? ÇÎÍÈ

Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al Quran itu adalah peringatan

2. Surat Thaha, 20:3

žwÎ) ZotÅ2õs? `yJÏj9 4Óy´øƒs ÇÌÈ

Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)

3. Surat Al-Muzamil, 73:19

¨bÎ) ¾ÍnÉ»yd ×otÅ2õs? ( `yJsù uä!$x© xsƒªB$# 4n<Î) ¾ÏmÎn/u ¸xÎ6y ÇÊÒÈ

Sesungguhnya Ini adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan (yang menyampaikannya) kepada Tuhannya

4. Surat ‘Abasa, 80:11

Hxx. $pk¨XÎ) ×otÏ.õs? ÇÊÊÈ

Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan

5. Surat Al-Insan, 76:29

¨bÎ) ¾ÍnÉ»yd ×otÏ.õs? ( `yJsù uä!$x© xsƒªB$# 4n<Î) ¾ÏmÎn/u WxÎ6y ÇËÒÈ

Sesungguhnya (ayat-ayat) Ini adalah suatu peringatan, Maka barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya

Kesimpulan :

Pertama, Jamaah Ahmadiyah meyakini sepenuhnya, Allah itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa (tunggal) dalam Dzat-Nya, dalam Sifat dan dalam Perbuatan-Nya. Penyembahan kepada-Nya (ibadah) juga tidak ada sama-Nya. Ahmadiyah meyakini, Dzat-Nya, sifat dan perbuatan (fi’il)-Nya, serta dalam ibadah kepada-Nya tidak boleh di persekutukan dengan apa pun juga.

Kedua, Jamaah Ahmadiyah mempercayai Kalam Ilahi sejak alam semesta ini Dia jadikan, Sifat Allah Yang Mutakallim senantiasa hidup, tidak pernah terhenti pada masa apa pun juga. Oleh karena itu, Ahmadiyah mempercayai semua Kitab-Nya, semua wahyu-Nya. Ahmadiyah mempercayai Kalam Ilahi di turunkan dalam bahasa apa saja, dan di daerah, wilayah atau negeri apa saja. Dalam hubungan itu Ahmadiyah meyakini, Al-Quran Suci adalah syariat terakhir, sempurna dan lengkap lagi paripurna. Al-Quran adalah syariat bagi seluruh umat manusia, berlaku selama dunia dan penghuninya masih ada. Ahmadiyah meyakini, Al-Quran adalah satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan manusia kepada Ilahi, Tuhan Yang menciptakannya. Di dalam Kitab Suci Al-Quran, semua kebenaran dalam bentuknya yang sempurna, yang terdapat di dalam kitab-kitab Taurat, Zabur, Injil, dan sebagainya, telah tercakup. Ahmadiyah meyakini pula, Al-Quran Suci adalah Kitab yang di atur tertib dan tersusun baik sebagai layaknya. Dalam Al-Quran tak ada sepotong ayat pun yang mansukh. Seluruh isinya adalah syariat yang muhkam, bahasanya adalah bahasa Arab yang menjadi induk semua bahasa dunia. Semua kitab suci yang turun sebelum Al-Quran telah di hapuskan. Kebalikannya, tak ada dan tak akan ada Kitab apa pun yang akan menghapuskan (memansukhkan), Kitab Suci Al-Quran.

Ketiga, Jamaah Ahmadiyah meyakini dan beriman kepada semua nabi-nabi. Dalam kepercayaan Ahmadiyah, sesuai dengan ajaran Al-Quran, Allah SWT., mengutus Utusan-Nya dalam tiap umat dan kaum. Ahmadiyah mempercayai semua Nabi itu benar, suci dan ma’shum, yaitu tidak melanggar, tidak berbuat dosa. Dalam kepercayaan Ahmadiyah, Nabi Muahmmad SAW., adalah pemimpin semua Nabi. Beliau paling mulia dan paling afdhal. Kedatangan beliau adalah untuk seluruh umat manusia dan semua masa. Martabat beliau jauh lebih luhur dan lebih mulia dari semua nabi. Beliau selalu “hidup”. Oleh karena itu, maka beliau di namakan Khataman-Nabiyyin. Semua Nabi memperoleh nikmat rohani karena beliau. Baik dimasa lalu maupun dimasa yang akan datang. Ahmadiyah mempercayai, orang yang memisahkan diri dari beliau dan ummat-Nya, kemudian ia mendakwahkan diri memperoleh nikmat rohaniah, dia adalah pendusta, lancung dan pembohong. Jamaah Ahmadiyah mempercayai, Nabi Muhammad SAW., sebagai Sayyidul Ma’shumin (Pemimpin dari semua orang suci tak berdosa). Jamaah Ahmadiyah meyakini, beliau Nabi Muhammad SAW., adalah jalan dan sebab untuk memperoleh hikmah rohani, kebajikan dan berkat Ilahi.

Keempat, Jamaah Ahmadiyah mempercayai Malaikat. Malaikat sebagai ciptaan Tuhan yang ma’shum, tidak berdosa. Malaikat sebagai alat melaksanakan semua perintah Allah. Malaikat tidak dapat berbuat dosa. Malaikat pengantar Kalam Ilahi, dahulu maupun sekarang, turun kepada orang-orang (hamba) suci memberikan piagam thumaninah Ilahi.

Kelima, Jamaah Ahmadiyah mempercayai, hari Qiyamat adalah hak, kebenaran Hasyar dan Nasyar tepat dan benar. Surga dan neraka juga hak. Sesudah mati setiap insan akan memperoleh ganjaran atau siksaan, sesuai amal perbuatannya. Nikmat surga adalah kekal abadi, tak kenal henti atau putus. Kebalikannya neraka adalah tempat menghukum orang berdosa, guna memperbaiki dan meluruskan mereka yang harus di hukum. Allah adalah Ar-Rahmaan Ar-Rahiim, paling pengasih dan paling penyayang. Jamaah Ahmadiyah mempercayai, sesudah penghuni neraka itu menjalankan hukumannya dan mereka telah menjadi lurus, mereka juga akan di masukan kedalam surga. Tuhan Sendiri Berfirman: Rahmani wasyi’at kulla syai’in, bahwa rahmat Ilahi itu meliputi segala yang ada, termasuk Neraka. Rahmat Ilahi itu harus terwujud, nyata terbukti.

Jamaah Ahmadiyah meyakini, lima kepercayaan dasar tersebut adalah sepenuhnya selaras dengan petunjuk dan kemauan Al-Quran. Dan, Jamaah Ahmadiyah juga meyakini, menyimpang sehelai rambut pun dari petunjuk Al-Quran, adalah penyelewengan yang tak dapat di benarkan. Bagi Jamaah Ahmadiyah, Al-Quran adalah pegangan utama dalam semua soal dan mengenai semua masalah. Dan, dalam keyakinan Jamaah Ahmadiyah, Al-Quran adalah pedoman hidup dunia-akhirat.

Semoga menjadi maklum dan menjadi bahan periksa. Wassalaamu ‘alaa manit-tabaa’al hudaa. Amiien, yaa Rabbal ‘aalamiin !

Mataram, 02 April 2009M/6 Rabi’utsani 1430 H

Pimpinan Wilayah Jamaah Ahmadiyah Nusa Tenggara Barat

(IR. JAUZI DJAFAR) (DRS. UDIN AL-PANCORI)

Ketua Sekretaris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar