Kamis, 26 Mei 2011

KHILAFAH, KEPEMIMPINAN BERCORAK POLITIK ATAU AGAMA?

KHILAFAH

KEPEMIMPINAN BERCORAK POLITIK ATAU AGAMA?

Oleh : H.M. Syaeful ‘Uyun

Demam Khilafah

Awal Agustus 2007 lalu, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, berlangsung sebuah perhelatan akbar yang di beri nama : Konferensi Khilafah Internasional 2007. Sejumlah ulama dan Da’i kondang hadir. Dinataranya, Da’i kondang, Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dien Syamsuddin.

Konferensi, dibuka dengan teriakan yel-yel penuh meyakinkan : “SAATNYA KHILAFAH MEMIMPIN DUNIA”, berulang-ulang, mengikuti komando penyelenggara. Semua yang hadir larut dalam satu tema : “SAATNYA KHILAFAH MEMIMPIN DUNIA”

Anda, tentu sudah dapat menebak, siapa penyelenggara Konferensi Khilafah Internasional 2007 yang gegap gempita, dan mendapat publikasi luas media itu. Ya, dia, adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Hizbut Tahrir, yang didirikan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, di Al-Quds, Yerusalem, Palestina, tahun 1953, memang satu diantara kelompok Islam, yang paling getol dan paling gigih mengupayakan berdirinya kembali lembaga Khilafah, pasca runtuhnya Dinasty Tuki Utsmani tahun 1924. Beragam media dan cara ditempuh, mulai dari diskusi, seminar, konferensi, pemanfaatan Lembaga Dakwah Kampus, Ikatan Remaja Mesjid, media cetak maupun elektronik – radio dan televisi, penerbitan buku, selebaran, brosur, dan pamplet, bahkan hingga aksi turun ke jalan-jalan (demo).

Diantara propaganda yang dilakukan Hizbut Tahrir, melalui selebaran, brosur dan pamplet, kita temukan, antara lain, sbb :

BERITA KEHILANGAN

====================================================

DAULAHTelah menghilang

DICARISejak 3 Maret 1924

DAULAH KHILAFAH

ISLAMIYAH

KHILAFAH


Ciri-ciri :

· Pemerintahan Islam

· Menegakan Syariat Islam

· Menaungi seluruh kaum Muslimin di dunia

· Dibawah kepemimpinan Tunggal seorang Khalifah

· Memenuhi hak-hak kesejahteraan setiap warga muslim dan non Muslim

· Mengembang Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad

Siapa saja yang menyadarinya

Mohon bantuan dan dukungannya

Untuk mengembalikannya ke tengah-tengah

Kehidupan umat Islam

Komunitas rindu khilafah

-------------------

Sumber : Pamplet Komunitas Rindu Khilafah, beredar luas di Unhas, Maret 2005.

Propaganda lainnya :

“….Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Hanya dengan Khilafah, syariat Islam yang dirindukan dapat diterapkan ditengah kalian. Hanya dengan Khilafah kalian dapat merajut kembali benang-benang kejayaan dan keemasan seperti sejarah umat terdahulu……

“Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Kehidupan yang kalian jalani dengan menjauhi Islam nyatanya tidak membawa kesejahteraan hidup. Sebaliknya, semua hanya menuai kesengsaraan dan kesempatan serta tumbuh suburnya kemaksiatan dan kemungkaran.

Khilafah adalah satu-satunya sistem hidup bernegara dalam pandangan Islam yang menjadi muara seluruh pengurusan kehidupan manusia. Saatnya untuk beranjak dan berjuang menegakan kembali Khilafah Rasyidah dan melanjutkan kehidupan Islam sehingga dunia merasakan kesejahteraan dan kedamaian di bawah naungan Sang Adidaya masa depan….MARI BERSAMA MENJADI BAGIAN DARI ORANG-ORANG YANG MEMPERJUANGKANNYA. (Sumber: Selebaran Hizbut Tahrir Indonesia, Jumat 25 Maret 2005)

Tolak Kepemimpinan Sekuler. Tegakan Khilafah. Terapkan Syari’ah. Ganti Sistemnya. Jangan Cuma Orangnya. Satukan Pikiran dan Langkah. Angkat Kepala Negara Yang Mau Menegakan Syari’ah”. Ini antara lain slogan-slogan dan yel-yel yang selalu di usung Hizbut Tahrir pada setiap aksi turun ke jalan-jalan (demo), yang tampaknya telah menjadi bagian dan cara hidup Hizbut Tahrir, menyikapi kebijakan pemerintahan yang dianggap sekuler, kapan pun dan dimana pun.

Betul-betul, heroik dan sangat menggebu-gebu. Namun, Khilafah yang dirindukan Hizbut Tahrir, tampaknya adalah Khilafah model dinasty-dinasty (kerajaan), karena Khilafah yang dinyatakan telah hilang itu ialah daulah Khilafah Turki Utsmani, bukan Khilafah Al-Rasyidah, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra.

Tentu, merupakan hak Hizbut Tahrir, bercita-cita mendirikan Khilafah dengan model apa pun. Sayangnya, Khilafah yang digagas dan dipropagandakan Hizbut Tahrir, tak juga kunjung menjadi kenyataan, dan hingga kini, masih sebatas wacana. Padahal, gagasan dan propaganda Hizbut Tahrir telah berlangsung hampir seabad lalu, tepatnya 85 tahun, sejak Dinasti “Khilafah” Turki Utsmani runtuh, tahun 1924.

Di tanah air kita, selain Hizbut Tahrir, ada juga kelompok-kelompok Islam lain, yang juga merindukan dan dilanda demam Khilafah. Sebut saja, misalnya, Jamaah Muslimin Hizbullah, yang didirikan Wali Al-Fatah, tahun 1959, di Mesjid Takwa, Petojo Sabangan, Jakarta, dan Khilafatul Muslimin, yang didirikan Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, tahun 1997 di Teluk Betung, Bandar Lampung.

Menurut kedua kelompok ini, Khilafah wajib adanya bagi Muslimin. Khilafah tidak boleh mengalami kekosongan. Pelanggaran atas hal tersebut adalah dosa besar (musyrik), dan berarti suatu anarki.

Jamaah Muslimin Hizbullah dan Khilafatul Muslimin, lebih maju dari Hizbut Tahrir. Keduanya mengklaim, Khilafah yang digagas Hizbut Tahrir, dan yang dirindukan umat Islam selama ini, sesungguhnya telah berdiri.

Menurut Jamaah Muslimin Hizbullah, Khilafah telah berdiri sejak 8 Pebruari 1959, bertepatan dengan 29 Rajab 1378 H. Wali Alfattah, pria kelahiran Sumpyuh, Banyumas, Jateng, tampil sebagai pemangku jabatan Khilafah I, disusul kemudian oleh H. Muhyidin Hamidy, sebagai pemangku jabatan Khalifah II. Sedangkan menurut Khilafatul Muslimin, Khilafah telah berdiri sejak tahun 1997 lalu, bertepatan dengan 13 Rabiul Awwal 1418 H., dengan Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, pria kelahiran Telukbetung, Bandar Lampung, sebagai Khilafah-nya.

Jamaah Muslimin Hizbullah dan Khilafahnya, bermarkas, di Pondok Pesantren Islam (Shuffah) Hizbullah, di Desa Pasir Angin Rt. 03, Rk. III, Cilengsi, Bogor, Jawa Barat. Sedangkan Khilafatul Muslimin dan Khilafahnya, bermarkas di : Mesjid Al-Khilafah, Jl.WR. Supratman Bumi Waras, Teluk Betung, Bandar Lampung

Era Khilafah

Demam Khilafah, baik yang melanda Hizbut Tahrir, Jamaah Muslimin Hizbullah maupun Khilafatul Muslimin, sesungguhnya bisa difahami. Sebab, merujuk pada Hadits yang diriwayatkan Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah bin al-Yaman ra, dan berdasarkan fakta-fakta yang ada, era dimana sekarang ini kita ada, adalah era berdirinya kembali Khilafah.

Sabda Nabi SAW, :

“Dari Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a., berkata: Rasulullah SAW., bersabda: Adalah masa Kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak Kenabian (Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adhan), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong ((Mulkan Jabariyyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak Kenabian (Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah). Kemudian (Nabi), diam”. (Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 4:273).

Hadits ini menubuwwatjkan mengenai akan terjadinya empat era kepemimpinan, yang akan menyertai umat Islam sepanjang perjalanan sejarahnya, yaitu: 1) Era Nubuwwah, 2) Era Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, 3) Era Mulkan ‘Adlan dan Jabariyatan, dan 4) Era Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah.

Tiga era kepemimpinan : nubuwwah, Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, Mulkan ‘Adzan dan Mulkan Jabariyatan, telah dilewati.

Era nubuwwah ialah era ketika umat Islam berada di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, selama kurang lebih 23 tahun.

Era Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, ialah era ketika umat Islam berada di bawah kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra., berlangsung selama kurang lebih 30 tahun.

Dan, Era Mulkan ‘Adzan dan Mulkan Jabariyatan, ialah era ketika umat Islam berada di bawah kepemimpinan Dinasty-dinasty : Umayyah, Abasiyah, Fatimiyah, hingga Turki Utsmani, berlangsung selama sekitar 1263 tahun (661 M – 1924 M), dengan 135 Kilafah/Raja/Penguasa.

Setelah era Mulkan ‘Adzan dan Mulkan Jabariyatan berakhir, dengan runtuhnya Dinasty Turki Utsmani, 3 Maret 1924, tibalah masanya Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, kembali berdiri, memimpin Islam dan umat Islam.

Adalah tidak mengherankan, jika Hizbut Tahrir, pimpinan Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, begitu heroik mengobarkan semangat umat Islam untuk mendirikan Khilafah. Adalah tidak mengherankan, jika Jamaah Muslimin Hizbullah, dan Khilafatul Muslimin, seolah berlomba mendirikan Khilafah, dan menyatakan kepada dunia Islam, bahwa Khilafah telah berdiri. ***

Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah : Pemimpin Agama, Bukan Politik

Hizbut Tahrir, dengan heroik, boleh mengobarkan semangat umat Islam untuk mendirikan lembaga Khilafah. Jamaah Muslimin Hizbullah dan Khilafatul Muslimin, boleh mengklaim, Khilafah telah berdiri, sesuai dengan versi, dan profil Khilafahnya masing-masing. Namun, ada beberapa hal yang perlu dan harus menjadi catatan :

1) Khilafah yang diramalkan akan berdiri pasca berakhirnya Mulkan ‘Adlan dan Mulkan Jabariyatan - Dianasty-dinasty, ialah Khilafah ‘Alaa Minhaajin NubuwwahKhilafah yang mengikuti jejak kenabian, bukan Dinasty-dinasty, semacam Khilafah Turki Utsmani.

2) Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, dinamakan ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, karena, berdiri, diawali dengan bangkitnya seorang nabi, mengikuti jejak nabi, dan sepenuhnya memikul dan melaksanakan tugas Nabi.

3) Nabi bukan jabatan politik. Nabi adalah jabatan spiritual (agama). Nabi diangkat oleh Allah, dan bertanggungjawab kepada Allah. Masa kepemimpinan Nabi, mulai sejak diangkat hingga akhir hayatnya. Karena Nabi adalah jabatan spiritual (agama), maka kepemimpinan Nabi pun, bercorak spiritual (agama). Statusnya, hanya dalam kapasitas sebagai Kepala atau Raja Agama.

4) Jika Nabi Muhammad SAW., pernah menjadi Kepala Negara, itu adalah fakta politik, dimana umat Islam menghendaki demikian, dan satu keniscayaan, karena beliau adalah uswatun hasanah – contoh/teladan terbaik, dimana beliau harus memberikan contoh/teladan terbaik dalam segala aspek kehidupan, tak terkecuali dalam mengelola dan menyelenggarakan negara.

5) Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah adalah Khilafah yang mengikuti jejak Nabi. Tentunya, Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah pun bercorak spiritual (agama). Statusnya, hanya dalam kapasitas sebagai Kepala atau Raja Agama.

6) Jika Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra, juga pernah menjadi Kepala Negara, selain karena mengikuti jejak Nabi, juga adalah fakta politik, dimana umat Islam menghendaki demikian. Terbukti, ketika umat Islam tidak lagi menghendaki sistim Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah menjadi model kepemimpinannya, maka mereka pun meninggalkan sistem Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah itu -- bahkan dengan cara yang tidak Islami, dan kembali ke sistim jahiliyah, yaitu dengan mendirikan Kerajaan (dinasty-dinasty), mulai dari Dinasty Bani Umayyah hingga Dinassty Turki Utsmani, berlangsung selama sekitar 1263 tahun, dengan 135 Raja.

7) Nabi, sebagai pemimpin spiritual -- Kepala atau Raja Agama, tidak mempunyai dan tidak harus mempunyai wilayah kekuasaan, atau toritorial, atau Negara. Wilayah kekuasaan atau toritorial Nabi ialah hati setiap individu dari Bangsa dan Negara apa pun. Nabi mengikat dan menyatukan umat, bukan oleh wilayah kekuasaan, atau toritorial, atau Negara, tetapi oleh agama (ad-Dein), yang esensinya dirangkum dalam kalimah tauhid : Laa ilaaha illallaahu, Muhammadar-Rasulullaahu.

8) Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, sebagai pemimpin spiritual -- Kepala atau Raja Agama, tidak mempunyai dan tidak harus mempunyai wilayah kekuasaan, atau toritorial, atau Negara. Wilayah kekuasaan atau toritorial Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah ialah hati setiap individu dari Bangsa dan Negara apa pun. Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, mengikat dan menyatukan umat bukan oleh wilayah kekuasaan, atau toritorial, atau Negara, tetapi oleh agama (ad-Dein), yang esensinya dirangkum dalam kalimah tauhid : Laa ilaaha illallaahu, Muhammadar-Rasulullaahu.

9) Bahwa Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah adalah jabatan spiritual (agama), wilayah toritorial kekuasaannya adalah agama, dan fungsinya adalah meneguhkan agama, mendapat legitimasi dari Al-Quran, Firman-Nya: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang dari antara kamu yang beriman dan berbuat amal saleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah-khalifah di muka bumi ini, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah-khalifah dari antara orang-orang yang sebelum mereka, dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia radhai bagi mereka, dan niscayalah Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam mereka,........” (An-Nur, 24:56)

Berdasar catatan diatas, ide Khilafah yang disusung Hizbut Tahrir, Jamaah Muslimin Hizullah, dan Khilafatul Muslimin, tampaknya tidak memenuhi kriteria sebagai Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, Khilafah yang saat ini seharusnya berdiri, memimpin Islam dan umat Islam. Khilafah versi Hizbut Tahrir, selain tak kunjung menjadi kenyataan -- sudah 85 tahun masih wacana dan propaganda-propaganda saja, model Khilafah yang ditawarkannya ialah Khilafah sebagai sistem hidup bernegara. Ini artinya, Khilafah = politik, khilafah = kekuasaan, identik dengan mulkan-mulkan atau dinasty-dinasty. Sedangkan Khilafah yang diusung Jamaah Muslimin Hizbullah dan Khilafatul Muslimin, yang diklaim telah berdiri, (sejak 1953 versi JMH), dan sejak 1997 versi KhM), tidak jelas, siapa yang digantikan Wali Al-Fatah, siapa yang digantikan Al-Utstadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, dan siapa yang diikuti jejaknya, sebagai salah satu kriteria dari Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah. Dengan alasan, kepemimpinan muslimin saat ini sedang mengalami kevakuman, tiba-tiba saja Jamaah Muslimin Hizbullah membaiat Wali al-Fatah, dan Khilafatul Muslimin membaiat Al-Utstadz Abdul Qadir Hasan Baraja’.

Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah Dalam Persepektif Ahmadiyah

Selain HTI, JMH, KHM, Ahmadiyah juga termasuk satu diantara yang mengusung dan menawarkan ide Khilafah. Dalam perspektif Ahmadiyah, Khilafah adalah sistem kepemimpinan (imamah), dalam Islam. Khilafah wajib adanya bagi muslimin. Keluar sejengkal saja dari Jamaah dan Imamah, akan menyebabkan ikatan Islam lepas, dan jika ia mati, maka matinya termasuk mati jahiliyah.

Jemaah Ahmadiyah setuju dan sepakat, berdasarkan Hadits Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah bin Al-Yaman, dan fakta-fakta yang ada, era dimana sekarang ini kita berada adalah era beridirinya kembali Khilafah. Namun, Khilafah yang diyakini akan berdiri pada era ini ialah Khilafah ‘Alaa Minhaajin NubuwwahKhilafah yang mengikuti jejak kenabian.

Dalam persepektif Ahmadiyah, Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, ialah kepemimpinan bercorak spiritual (agama), bukan kepemimpinan bercorak pilitik, semacam raja-raja atau dinasty-dinasty. Oleh karena itu, wilayah kekuasaan Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, tidak mengenal batas toritorial (negara), karena wilayah kekuasaannya meliputi hati setiap individu dari suku, bangsa, dan negara apa pun.

Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah fase II, sebagaimana dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW., akan berdiri pasca berakhirnya Mulkan-mulkan atau Dinasty-dinasty, dalam persepektif Ahmadiyah, telah berdiri sejak seabad silam, tepatnya sejak 27 Mei 1908, 16 tahun sebelum Dinasty Turki Utsmani runtuh. Khilafah yang diyakini Ahmadiyah telah berdiri ini, mempunyai latar dan ciri-ciri, sbb :

1) Berdiri, diawali dengan bangkitnya seorang pembaharu (reformer), yaitu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., Mujaddid ‘A’dham abad XIV H, Al-Mahdi dan Al-Masih yang Dijanjikan Kedatangannya (al-Masih al-Mau’ud), oleh Rasulullah SAW,.

2) Berstatus menggantikan fungsi dan tugas Hadhrat Mirza Ghulam Ahad as., Mujaddid ‘A’dzam abad XIV H, Al-Mahdi dan Al-Masih yang Dijanjikan Kedatangannya (al-Masih al-Mau’ud), oleh Rasulullah SAW,. setelah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. wafat, tanggal 26 Mei 1908.

3) Bertugas memikul dan melaksanakan tugas Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, yang mendapat mandat melaksanakan tugas Nabi Muhammad SAW, yaitu : “Yuhyiddiina wa yuqiimusy-syari’ah”, dan “Liyud-hirahu ‘alad-diini kullihi walaukarihal musyrikuun/walau karihal kaafiruun”.

4) Bercorak sepiritual (agama). Statusnya, hanya dalam kapasitas sebagai Kepala atau Raja Agama. Ruang lingkup kekuasaanya hanya dalam wilayah agama. Wilayah kekuasaannya tidak mengenal batas toritorial (negara), karena wilayah kekuasaanya meliputi hati setiap individu dari setiap bangsa dan negara apa pun. 5) Mengikat dan menyatukan umat bukan oleh wilayah kekuasaan, atau toritorial, atau Negara, tetapi oleh ikatan agama (ad-Dein), dalam hal ini Islam.

5) Sejak berdirinya (27 Mei 1908), hingga saat ini, telah mengikat lebih 200 juta orang dari 190 negara diseluruh dunia, melalui ikatan agama (ad-Dein), yang esensinya dirangkum dalam kalimah tauhid : Laa ilaaha illallaahu, Muhammadar-Rasulullaahu.

6) Silsilah Khilafah ini lazim disebut Khilafah Ahmadiyah, karena berdiri dalam silsilah Ahmadiyah, dan lazim pula disebut Khilafah Al-Masih atau Khalifatul Masih, karena pembaharu (reformer), yang digantikannya bergelar al-Masih al-Mau’ud - Al-Masih Yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Rasulullah SAW,.

Berdirinya Khilafah ‘Alaa Minhhajin Nubuwwah fase II, yang diawali dengan bangkitnya al-Masih al-Mau’ud, selaras dengan ramalan penulis Kitab Misykatul Masabih, mengomentari Hadits Nabi tentang Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah fase II. Dalam catatan kakinya, ia menulis: “Addhaahiru annal-Murada bihi jamani Isa wal Mahdi”. Bahwa, Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah itu akan zahir pada zaman Isa dan Mahdi.

Lima orang, telah dan sedang memangku jabatan Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah fase II ini, dalam satu abad terakhir. Mereka adalah : Khilafah Al-Masih I, Al-Haj Maulana Hakim Nuruddin r.a. (1908 ~ 1914), Khilafah Al-Masih II, Al-Haj Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. (1914 ~ 1965), Khilafah Al-Masih III, Hadhrat Mirza Nasir Ahmad r.a. (1965 ~ 1982), Khilafah Al-Masih IV, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.h.a. (1982 ~ 2003), Khilafah Al-Masih V, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad a.t.b.a (2003 ~ sekarang)

Lepas dari apa pun kata orang tentang Ahmadiyah, dari empat pengusung ide Khilafah : Hizbut-Tahrir, Jamaah Muslimin Hizbullah, Khilafatul Muslim, dan Ahmadiyah, ide Khilafah yang di usung Ahmadiyah tampaknya adalah yang paling memenuhi kriteria sebagai Khilafah ‘alaa Mihaajin-nubuuwah, Khilafah yang saat ini seharusnya berdiri, seperti nubuwat Nabi Muhammad SAW, : “Tsumma takuunu khilaafatan ‘alaa minhaajin-nuwwah”kelak akan berdiri Khilafah yang mengikuti jejak kenabian. (Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 4:273). ***.

2 komentar:

  1. saya ambil untuk pendukung ceramah Jalsah...tur nuhun.....

    BalasHapus
  2. Pandangan hidup penulis jelas banyak dipengaruhi ide sekuler tanpa membaca referensi al Qur'an dan Hadist. Atas dasar apa penulis berargumen bahwa Rasul dan Khulafaur Rasyidin menjadi kepala negara karena tuntutan umat? Sumbernya harus jelas, jangan asal berargumen.

    Dalam al Qur'an dan hadist itu sudah sangat jelas bahwa hukum-hukum bernegara, berpolitik, pidana, ekonomi dsb sudah disebutkan. Silahkan dibaca. Penulis terlalu banyak menuliskan argumen dari asumsi pribadi dalam tulisan ini. Sebaliknya, penulis tidak menunjukkan bukti nyata tentang sejarah pemisahan Agama dengan Politik-Pemerintahan dalam masa pemerintahan Rasul. Maaf, argumen penulis sama sekali tidak relevan dan tidak kompeten untuk dijadikan referensi.

    BalasHapus